Berbeda dengan Maria, Rudi Islami sudah mulai untuk berinvestasi secara pribadi untuk dana pensiun. Rudi yang merupakan pegawai swasta di Jakarta mengaku sudah merutinkan investasi dana pensiun sejak satu tahun belakangan. Untuk instrumen investasinya dia memilih reksadana saham. “Karena pandemi sih, jadi kepikir untuk mengurangi jajan, belanja, atau makan di luar dan fokus ke menabung sama investasi termasuk yang untuk dana pensiun. Mudah-mudahan konsisten,” kata Rudi.
Ketika ditanya berapa persentase yang dikeluarkan untuk dana pensiun pribadi, Rudi menjawab tidak terlalu besar secara angka. Namun demikian, menurut dia, memulai dan menyisihkan uang untuk dana pensiun sudah menjadi suatu langkah yang baik. “Nggak besar banget sih, cuma ya sudah mulai lakuin aja rasanya sudah jadi pencapaian tersendiri. Karena bisa ngalahin ego sesaat gitu deh,” kata dia.
Perencana keuangan profesional Mike Rini Sutikno membenarkan bahwa dana pensiun idealnya disiapkan sedari dini, bahkan saat pertama kerja sebagai pegawai. Jika dipersiapkan dari awal, maka kita akan memiliki waktu atau masa investasi yang panjang, sehingga aset pensiun pun terus berkembang.
FREEPIK
“Sebaliknya kalau mepet mempersiapkannya, maka dana pensiunnya juga enggak akan maksimal. Investasinya tidak akan berkembang maksimal. Umumnya kalau pegawai itu masa pensiunnya kan 55 tahun bahkan ada yang di umur 60 tahun, kalau dipersiapkan pas masih 23 tahun saja itu ada waktu 30 tahunan untuk persiapkan dana pensiun,” kata Mike saat dihubungi Republika.
Menurut Mike, sebetulnya karyawan muda memanfaatkan employee benefit dengan mengikuti program pensiun yang diadakan oleh perusahaan tempat bekerja atau yang ada di BPJS Ketenagakerjaan. Employee benefit sendiri merupakan suatu manfaat keuangan di luar yang pokok seperti bonus, tunjangan hari raya, dana pensiun atau hal-hal yang terkait dengan risiko-risiko yang bisa menimpa pekerja selagi masih dalam masa pekerjaan.
Dengan mengikuti employee benefit yang di dalamnya terdapat persiapan dana pensiun, maka karyawan bisa meraih berbagai kemudahan seperti halnya subsidi. “Terus apa untungnya dana program dana pensiun ini bagi karyawan? Tentu karyawannya jadi makin semangat bekerja dong, jadi awetlah. Kalau karyawan keluar-masuk, bikin susah perusahaan sendiri. Juga mengurangi beban pajak buat perusahaan jika subsidi karyawannya,” kata Mike.
Namun demikian menurut Mike, mengikuti program dana pensiun dari perusahaan saja tidak tergolong aman. Ia menyarankan para pekerja milenial untuk membuat pos tambahan untuk persiapan dana pensiun dengan cara berinvestasi sendiri. Investasi itu bisa ke berbagai instrumen termasuk reksadana saham, saham, emas, properti, atau bahkan membuat usaha sampingan. “Intinya sekarang kalau untuk pensiun bukan cuma uangnya kok, tapi penghasilan pengganti dari gaji kan,” ucap dia.
Pernahkah Anda membayangkan bagaimana kehidupan di masa tua nanti? Setiap orang tentunya mengharapkan kehidupan yang nyaman dan sejahtera di usia senja, namun tak banyak yang betul-betul mempersiapkannya. Merujuk data BPJS Ketenagakerjaan, Taspen dan Asabri tahun 2020, hanya 16 persen dari total tenaga kerja di sektor formal dan informal yang memiliki program jaminan pensiun dan jaminan hari tua.
Mempersiapkan dana pensiun juga boleh jadi masih merupakan hal yang terlupakan bagi generasi milenial. Dengan indikator bahwa generasi milenial adalah mereka yang terlahir pada rentang tahun 1980-an hingga 1995, maka berdasarkan survei dari Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Indonesia, hanya 14 persen kaum milenial yang mengikuti program pensiun. Padahal mempersiapkan dana pensiun sejak dini sangatlah penting, apalagi di tengah kondisi yang tak menentu seperti pandemi Covid-19.
Faktanya memang tak banyak pekerja milenial yang sudah mempersiapkan dana pensiun secara independen di luar perusahaan. Saat Republika mencoba mengontak beberapa kenalan untuk mengetahui apakah mereka memiliki program dana pensiun di luar BPJS Ketenagakerjaan, mayoritas menjawab tidak.
Maria Vianita, seorang karyawan swasta di Jakarta, misalnya mengaku belum terpikirkan mempersiapkan dana pensiun secara pribadi. Perempuan yang sudah tiga tahun bekerja di perusahaan teknologi itu menilai program pensiun dari perusahaan sudah cukup untuk sekarang. “Karena kebutuhan lainnya masih banyak. Untuk cicilan dan kebutuhan saja, gaji kadang nggak cukup. Jadi ya sudah deh untuk sekarang dana pensiun dari perusahaan saja dulu,” kata Maria kepada Republika.
Perencana keuangan profesional Mike Rini Sutikno tak memungkiri bahwa ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pekerja milenial dalam mempersiapkan dana pensiun. Apa sajakah?
dziana hasanbekava/pexels
1. Pola pikir.
Mayoritas anak muda belum memikirkan dana pensiun karena merasa masa tua itu masih lama. Padahal, menurut Mike, pemikiran itu tidaklah tepat.
2. Konsumtif.
Gaya hidup pekerja milenial itu cenderung konsumtif. Jadi penghasilannya habis untuk mencukup gaya hidup, sehingga semakin kecil kesempatan untuk mengalokasikan ke dana pensiun. “BPJS doang itu belum tentu cukup, dana pensiun itu sendiri tidak hanya mengandalkan dari pemberi kerja atau BPJS saja, kita sebaiknya punya alternatif lain untuk menghimpun dana pensiun kita. Dan kalau gaya hidupnya konsumtif, kesempatan untuk bikin alternatif itu semakin kecil,” kata dia.
3. Minimnya pengetahuan soal investasi.
Mayoritas dari milenial masih belum teredukasi secara utuh terkait investasi, yang karena ketidaktahuannya itu mereka hanya menabung saja atau mengandalkan dana pensiun dari pemerintah yang dikelola secara konservatif. Padahal mereka punya masa investasi yang panjang dan bisa dikembangkan dengan mencari instrumen investasi lainnya.
4.Situasi ekonomi.
Menurut Mike, tantangan lain adalah situasi ekonomi yang tidak stabil. Alhasil, saat kita bisa terkena sakit atau PHK, banyak yang mencairkan dana pensiun sebelum waktunya.
top
polina tankilevitch/pexels